KBN — Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi meminta sekolah yang minim siswanya supaya dimerger atau digabung dengan sekolah lain agar lebih efisien.
Karena itu, dirinya memerintahkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sultra mendata dan mengecek jumlah siswa di semua sekolah yang menjadi kewenangannya yakni SMA, SMK dan SLB.
“Saya minta kepada Kepala Dikbud Sultra untuk mengecek dan mendata semua sekolah, kalau muridnya cuma 10 atau 20 orang, digabung saja kepada (sekolah) negeri. Tidak usah lagi ada sekolah di situ, gurunya sudah tidak ada, penghamburan uang negara,” tegas Ali Mazi melalui juru bicara gubernur, Ilham Moehidin yang diterima di Kendari, Jumat, dilansir Antara.
Gubernur Ali Mazi mengatakan sekolah yang kurang diminati siswa hanya menghamburkan keuangan negara. Akibatnya, Pemprov Sultra tidak bisa fokus membenahi sekolah yang paling diminati siswa karena banyaknya sekolah baru namun muridnya minim.
Belum lama ini kata gubernur, dirinya meninjau sejumlah sekolah yang banyak diminati siswa. Kondisi bangunan di sejumlah sekolah itu butuh pembenahan sarana dan prasarana.
“SMA 1 favorit di Kabupaten Buton dan Kota Baubau gedungnya sudah goyang-goyang. Saya kaget, karena setiap hari saya lewat (depan sekolah itu karena kelihatan) megah dan catnya bagus, tapi ternyata gedung itu tidak dipakai lagi,”ujarnya.
Menurut gubernur, langkah merger sekolah minim siswa, juga untuk menyiasati kekurangan anggaran daerah agar sekolah yang banyak diminati siswa dapat dibenahi sarana dan prasarananya.
Ali Mazi menyadari pembangunan sumber daya manusia sangat penting. Karena itu pihaknya juga sangat mengharapkan dukungan anggaran Pemerintah Pusat. Sebab, masih ada sekolah di Sultra banyak diminati siswa, namun bangunannya belum mendukung.
“Ada SLB tidak punya ruangan tapi ada muridnya kurang lebih 200 orang. Kadang mereka berteduh sudah tidak jelas. Karena itu, Insya Allah saya coba upayakan bagaimana cara mendapatkan anggaran, sekalipun saya harus ke pemerintah pusat untuk meminta bantuan anggaran. Sebab percuma ada sekolah, kalau sarana prasarananya tidak memadai,” tuturnya. (Ant/bar)